Oleh Fahrizal Ischaq Addimasqie
Akhirnya kami punya kampung halaman sekarang, itulah ‘uneg-uneg’ pagi ini setelah menjadi imam salat Subuh terakhir di bulan suci Ramadhan tahun ini, dalam obrolan dengan masyarakat sekitar, banyak yang merasakan hal yang tidak biasa paska ‘Qiyamul Lail’ di Malam 27 kemarin, mulai merasa hati tenang, hingga kesan bahwa tahun depan harus ada yang bekal tissu agar bisa menghapus air mata yang terurai pada malam syahdu itu, wajar saja ini pengalaman masyarakat desa Qiyamul Lail dengan konsep Muhasabah dan lampu yang dipejamkan ala jeritan Malam pramuka atau Deep Soul Dalam dunia training motivasi lebih tepatnya. Mereka baru pertama kali dalam 50 tahun terakhir mendapatkan pengalaman baru yang luar biasa.
Malam itu membawa kesan tersendiri bagi masyarakat, sujud dalam tempo yang lama, adalah pengalaman berharga bagi mereka, dan ternyata terucap penyesalan banyak orang yang tidak hadir pada malam berharga itu, ini luar biasa, kehadiran kami yang belum genap setahun, Allah mudahkan dengan terbukanya hati masyarakat pegunungan untuk berjuang mendekat kepada Allah dengan berjamaah di bulan yang mulia ini. Ini Ajaib, hanya rasa syukur yang ada di benak kami, Doakan! Semoga kami bisa Istiqomah membimbing diri kami dan masyarakat.
Sesuai salat kami dihampiri salah satu tokoh yang curhat, bahwa setelah beberapa kesempatan sosialisasi tentang pondok Amlam yang sedang kami rintis dan membuka tahun ajaran baru kali ini, banyak masyarakat yang takut ‘mondokan’ anaknya ke Amlam masalah biaya, takut mahal dsb, mungkin karena banyak tamu yang datang dengan memakai mobil mewah dari mulai jamaah dan santri kami hingga beberapa tokoh yang penasaran bagaimana kami mengawali perahu besar bernamakan Amanatussalam ini sehingga masyarakat sekitar menyimpulkan bahwa pondok kami mahal, “Wah, iku pondok apik, mesti larang Yo!” Begitu celetuk salah satu warga, bahkan tamu datang dari Palembang hingga Pekanbaru Kepulauan Riau, padahal Pesantren kami menyediakan pelayanan khusus untuk Masyarakat Wonosalam, dari Diskon biaya hingga biasiswa full untuk Masyarakat Wonosalam. Putra Daerah harus menjadi prioritas, karena wujud pesantren harus memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.
Akhirnya kami punya kampung halaman, dahulu ketika saya masih kecil sering “protes” kepada orang tua kami dengan semua saudara, kenapa kami tidak mudik, di saat orang lain mudik, serasa iri dan jenuh dengan suasana kota, bagaimana tidak kedua orang tua kami lahir dan besar di Surabaya, bahkan kakek buyut kami adalah pejuang 10 November yang setiap tahun diperingati sebagai hari pahlawan. Jenuh dengan hiruk pikuk kota, bising, sempit berdempetan, polusi, keras dan penuh persaingan.
Hidup di pedesaan serasa di surga, menghirup udara segar, mandi dengan air sumber mata air, minumpun begitu, tidak ada bising, tidak ada macet, bulan ini, kami panen pisang, cabe, singkong, strawberry dan jeruk, semua suasana ini membawa kami seperti di surga, oh indahnya !
Kami tumbuh besar di kota, mesantren di pondok modern, kuliah di ibu kota, dan selama 10 tahun kami berdakwah juga di kota, serasa aneh kali ini kami rasakan, kenapa orang desa banyak yang hijrah ke kota, padahal desanya adalah Surga bagi semua orang, termasuk orang kota, potensi desa luar biasa jika kita mampu memetakannya dengan cermat, memang butuh riset, studi dan jam terbang untuk memainkan itu semua, tapi hakikatnya alam bumi Pertiwi kita luar biasa, tongkat pun bisa jadi tanaman istilahnya, belum satu tahun kami menanam, kami sudah mulai memanen. Selain itu udara yang baik dan oksigen yang cukup adalah kunci hidup sehat kita yang paling utama ketimbang uang dan jabatan, untuk apa punya jabatan dan pegang uang kalau hanya untuk mengobati penyakit kita di hari tua ?
Wahai Manusia Kota, Kembalilah ke Desa, Hidupkanlah Ekonomi Desamu, jika kau hidupkan, kau tidak hanya menghidupi keluarga mu tapi juga masyarakat desamu. Wahai sarjana Pertanian, Peternakan dan perkebunan mulailah mencangkuli ladangmu di desa, praktikkan ilmu-mu di kampus agar para orang tuamu sejahtera, nasibnya tidak ditentukan oleh para tengkulak jahat itu. Wahai para sarjana agama, para guru dan para Kiai yang hijrah ke kota, masjid kota sudah penuh dengan ustadz, kami keliling ke masjid-masjid desamu tidak ada yang menuntun mereka, mereka butuh panutan, mereka butuh dibimbing, Khotib masjid desamu hanya itu-itu saja, dan hanya membaca buku khutbah 10 ribuan dengan glotak-glatuk. Jangan Mudik, tapi Please Kembalilah Ke Desa, Bangun Desamu, dan Nikmati Surgamu dengan penuh syukur !
Semoga Allah Pertemukan kita semua Ramadan tahun depan dalam keadaan sehat dan taat, Sampai jumpa Ramadan, terima kasih telah mengajarkan kami banyak hal, terima kasih karena sudah menghadiahi kami kampung halaman yang indah di tahun ini bernamakan Pesantren Wisata Amlam, kami menunggu kejutanmu di tahun depan pastinya. Mohon Maaf lahir batin.
30 Ramadhan 2021
Pesantren Wisata Amanatussalam
Wonosalam – Jombang – Indonesia
www.amanatussalam.ponpes.id